Petualanganku di dunia birahi sudah malang melintang. Dimana pun
lokasi syur di Jakarta sudah pernah ku datangi. Ada satu tempat favoritku di
daerah Jakarta Timur. Tempat itu memang untuk kelas bawah, tapi aku menemukan
keunikan tersendiri di situ. Ceweknya banyak yang muda-muda dan masih polos
seperti orang desa. Dandanannya pun masih seperti di kampungnya. Aku akhirnya
punya langganan, namanya Katem, tapi lalu kuganti namanya jadi Ami. Jadi aku
panggil dia Ami. Dia akhirnya terbiasa. Suatu hari dia bercerita ingin pulang kampung. Aku menawarkan diri mengantarnya
sampai ke rumahnya. Dia dengan senangnya menyambut tawaranku. Kami akhirnya
janjian untuk berangkat bersama. Kami janjian ketemu di halte mikrolet di dekat
pasar. Dari situ kami menuju Pulo Gadung untuk mengambil bus jurusan Cirebon.
Baru sekali itu aku naik bus dari Pulo Gadung dan bersama cewek. Sorry aku lupa
menggambarkan bagaimana profil Mia. Usianya sekitar 15 tahun, mukanya manis, kulitnya agak gelap tingginya sekitar 155 cm.
Rambut lurus sebahu. Bicara kurang lancar berbahasa Indonesia, dia sekolah
sampai kelas 4 SD. Sekitar 3 jam setengah akhirnya kami sampai di pemberhentian
sebelum kota Indramayu. Sebut saja KS, kami menyeberang jalan, dan di situ
sudah ada puluhan ojek. Mia menyebut nama kampungnya dan kami menyewa 2 ojek
dengan ongkos masing-masing 20 ribu. Rupanya tempatnya jauh juga masuk kedalam.
Di kampung-kampung Indramayu dan Karawang, cukup banyak orang tua yang
menganjurkan anaknya jadi pelacur. Jadi mereka sama sekali tidak keberatan
ketika anaknya punya tamu. Bagi ortunya tamu itu adalah rejeki dan ini masuk
area bisnis jadinya. “anak nginep disini aja, pulang ke jakarta besoklah,
ngapain buru-buru pulang,” kata bapaknya. Jadi sebelum gw memohon sudah
ditawari so ya why not kan. Lantas gw keluarin Rp 100k kasi langsung sama
emaknya. ” Mak ini buat beli makanan, nanti malam saya makan disini.” Wah itu
emak langsung buru-buru pergi, pulangnya nenteng ayam hidup, lalu bapaknya
suruh motong tuh ayam. Malamnya hidangannya adalah ayam goreng, sambel dan lauk berkuahnya 2 bungkus indomi
direbus dengan banyak air. Yang makan berenam. Adik si cewek ada 2 soalnya. Gw
gak bisa makan banyak, tapi dipaksa juga.
Gw kurang selera, karena ayamnya masih
keras dan masih bau amisnya ayam. Gw telen-telenin aja, abis kepaksa. Mau makan
indomienya. Biasanya dua bungkus gw makan sendiri, ini dua bungkus dimakan
berenam. Wah gw jadi gak enak body. Abis makan gw keluarin 50 k kasi ke
bapaknya untuk beli rokok dan 50k lagi gw kasi ke dia juga dengan pesen untuk
keamanan. Wekkk rumah tuh bapak akhirnya dijagain 2 hansip kampung semalaman.
Buset deh, jadi raja minyak gw di kampung ini. Abis makan bukan terus tiarap,
ngobrol dulu ama bokapnya ke utara-selatan. Yah bisa-bisa gw menerka minat
obrolan dia. Begitu gw tau dia tertarik ama pertanian. Gw keluarin jurus-jurus
dewa mabok gw untuk mengimbangi percakapannya. Bukan mau sombong sih diajak
ngomong soal apa aja dari mulai menanam padi sampai nuklir korea utara gw bisa
njabani. Kalo soal olah raga gw nyerah deh, gak hobi. Namanya ilmu dewa mabuk,
si bapak jadi kalah ilmu ama gw, wakakakak. Gw inget hari itu dia nanya-nanya
nanem apa yang hasilnya lumayan. Gw bilang semangka tanpa biji bagus tuh
pasarnya. Dia bingung, semangka tanpa biji yang ditanam apanya. Gw bilang ya
biji, ada tuh bibitnya di jual kalengan cuma harganya rada mahal. “mau dong”
kata bapaknya. Yah nanti deh kalo sy kemari lagi. Ngobrol sampai jam 10 an
sambil minum kopi dan makan kacang garuda. Akhirnya tuh bapak nyadar juga dan
nyuruh gw istirahat. ” Kamarnya udah disiapi, silahkan nak istirahat dulu.”.
Jam 10 malam di kampung, sunyinya kayak orang tuli, mana gelap lagi. Tapi gw PD
aja meski rada was-was juga, Gimana gak PD rumah dijagai 2 hansip. Kayaknya
hansip kelurahan. Was-wasnya kalau ada apa-apa gw lari kemana. Gw kan gak bawa
kendaraan. Oh ya gw lupa. Kalo masuk kampung pedalaman gitu dan mau nginep
jangan bawa mobil, mencolok bo. Orang jadi banyak perhatiin kita. Kalo kita
datang naik ojek, kita jadi membaur dan gak kelihatan mentang-mentang.
Si bapak nunjuki kamar tidur untuk gw, dan
anak perempuannya udah tiduran di situ. Kamarnya cuma diterangi lampu minyak
dan yang istimewa tempat tidurnya pake kelambu. buset dah seumur-umur gw baru
pernah kali itu tidur pake kelambu. Tadinya pengen malu, tapi karena bapaknya
nganjurin gw tidur ama anaknya, gw jadi bingung pengen malu ama siapa
wakakakakak. Besok paginya gw rada kesiangan bangunnya, malemnya kebanyakan
tiarap kali ya. eh si cewek walau udah bangun tapi dia belum keluar dari tempat
tidur. Mungkin nunggu sampai gw juga bangun. Wah setia banget. Di luar udah disiapi kopi
dan nasi goreng. Wuissh raja minyak diservice abis.Gw salut ama diri gw
sendiri, sebab petualangan itu gw jalani sendiri tanpa kawan. nekat abis. Gw akhirnya nginep lagi semalem,
mengingat dana dikantong masih mencukupi dan gw rasa aman-aman aja. Seharian di
kampung gw ditemani tetangganya (laki-laki) nyewa motor muter-muter di kampung.
Eh dia malah nunjuki potensi cewek di desanya. Jadi gw dikenali ama banyak
cewe. Buset banget, ternyata banyak yang ok. Gilanya dia nawari perawan. Bukan
satu, kalo gw nggak salah inget ada 3 semuanya dikenali ke gw. Tetangga sebelah
si Mia ini rupanya juga lagi pulang kampung. Gilanya dia kelihatan lebih muda,
mungkin usianya masih 13 – 14 tahun . Aku diperkenalkan dan dia mengaku kerja
(melacur) di daerah Cilincing. Tempat yang dia sebutkan itu belum pernah aku
datangi. Setelah nginap semalam aku kemudian pamit kepada orang tua si Mia.
Diantar oleh tetangganya aku berangkat dari rumah Mia. Heri begitu nama
tetangga Mia yang menjadi penunjuk jalan.
Aku bukan sungguh-sungguh pulang tapi pindah nginap di kampung
yang letaknya jauh lebih ke pelosok. Tujuannya adalah rumah Nani. Anaknya manis
agak tinggi sekitar 160 usianya juga masih amat belia sekitar 15 tahun. Dia
termasuk stok baru, karena belum pernah dikaryakan. Kata Heri Nani baru cerai.
Padahal mereka belum genap 3 bulan kawin. Seperti diceritakan Heri, orang-orang
di kampung itu banyak yang kawin singkat hanya untuk mengejar status janda.
Dengan status janda, dia bisa punya KTP dan bisa kerja ke kota. Rumah Nani
tidak begitu besar, berdinding separuh tembok separuh bambu anyaman (gedek)..
Kami disambut seorang wanita usianya sekitar 32 tahun, dia adalah ibunya Nani. “Mari
mas masuk,” katanya mempersilahkan kami. Aku memilih duduk di bale-bale (amben)
bambu di teras rumahnya. Sementara itu Heri masuk bersama ibunya Nani,
sepertinya ada yang mereka rembukkan. “Dari mana mas,” tanya ibu si Nani. “Jakarta,”
jawabku singkat. Maknya si Nani ini kelihatan akrab sekali,
sedangkan aku masih rada kikuk. Aku merasa malu karena niatku akan menginap di
rumah itu, kayaknya vulgar banget. Tapi Bu Karta begitu dia mengenalkan
namanyam dia pintar sekali mencairkan suasana, dan dia sudah tau betul niatku .
“Mas tunggu sebentar ya, si Nani lagi mandi, katanya. Kami mengobrol
macam-macam sampai aku tahu bahwa Bu Karta ini juga janda dengan 2 anak. Anak
yang pertama laki-laki sekarang kerja di Jakarta.. Jadi mereka hanya tinggal
berdua. “Masnya jadikan menginap di sini,” tanya Bu Karta. “ Kalau ibu boleh,
ya saya mau,” kataku. “Ya boleh lah mas, hotel dari sini jauh, tapi disini
rumah kampung, nggak ada listrik, rumahnya juga jelek, nggak kayak rumah di
Jakarta, gedongan semua,” katanya merendah. Heri memberi kode agar aku ikuti
dia. Heri membrief aku , bahwa semuanya oke dan ada juga uang keamanan. Dia mau
pamit, dan aku minta dia datang lagi besok jam 10 pagi. Heri kemudian pamit kepada mak nya Nani dan
segera ngacir.
Perutku sudah rada kroncongan karena sekarang udah jam 1 siang.
Kutarik 5 lembar uang 20 ribuan dan kuserahkan ke Bu Karta. “ Ini bu untuk beli
makanan, siang ini ibu beli indomi bangsa 5 bungkus, minyak goreng dan kalau
ada sedikit tepung sagu (kanji), lainnya beliin tempe dan cabe rawit ijo juga
bawang putih. Ibunya masuk ke dalam rumah sebentar dan keluar lagi membawa
secangkir kopi. Tak lama kemudian datang belanjaan. Rupanya Bu karta minta
tetangganya untuk belanja , pantesan dia gak beranjak dari tadi. “Mas tepung
sagunya mau dibuat apa ya,” katanya. “Mau
buat mi bu,” kata ku.
“ Ah jangan panggil bu ah, panggil mbak
aja, kayaknya kok jadi tua banget ,” katanya sambil matanya genit.. “Boleh saya
masak mi nya di dapur bu,” “Eh masnya pinter masak yaa, tapi dapurnya jelek dan
kotor” katanya lalu membibimbingku ke bagian belakang rumahnya. Aku berpapasan
dengan Nani yang berbalut handuk masuk dari belakang rumah. Dia malu-malu
menundukkan muka , langsung masuk kamar. Aku meminta 3 bungkus indomi untuk
digoreng . “Sini mas kita saja yang goreng,” kata bu karta. Orang di Indramayu
ini menyebut kita untuk aku. Setelah mi di goreng aku minta dia merebus air dan
pinjem mangkuk untuk mencampur air dengan tepung sagu . “ Segini cukup gak mas
airnya. “Kurangi dikit mbak.” Setelah air menggelegak aku masukkan air campuran
dengan kanji dan bumbu mi instannya. Setelah mendidih dan kuah agak mengental
kuminta dipindahkan ke tempat lain. Sekarang makanannya sudah siap. Mas kita
cuma punya nasi ama ikan asin. Lalu kami pun mengelilingi meja makan yang
posisinya ditempelkan ke tembok dengan 4 kursi. Aku duduk di tengah, disamping
ku Nani, dan di kiriku Bu karta. “Wah enak mi-nya mas, masnya pinter masak juga
ya,” ” Ini namanya ifumi, tapi sebenarnya bumbunya lebih lengkap dari ini ada
sayur, ada bakso, baso ikan, dan udang segala, tapi karena adanya ini ya begini
aja lah,” kata ku . “Enak ya mak, kita
jadi pengin nambah mi nya lagi,” kata Nani yang makan sambil duduk kakinya
diangkat satu (metingkrang). “Mas itu ada tempe mau diapain, biar kita yang
ngerjain,” kata mak Karta. “Digoreng aja biasa mbak,” kata ku. Dia lalu menghilang
ke belakang tinggal aku dan Nani di ruang yang rada gelap. Kami ngobrol dan aku
mengorek banyak informasi. Katanya dia sudah ditawari kerja ke Jakarta, Tapi
maknya belum ngasih karena sendirian di rumah. Gak terasa sudah jam 4 sore,
cuaca mulai teduh.
“E mas-e mau mandi kan, ayu bareng kita ke
belakang saya unjukin tempatnya. ” kata mak Karta. Aku segera mengorek isi tas
ku mengambil sabun cair, handuk dan celana pendek serta kaus oblong, juga sikat
gigi. Maknya Nani juga kelihatannya bawa perlengkapan mandi nani juga . mereka
masing masing menjinjing ember kecil. Mereka mau mandi juga nampaknya. Kami
sampai di halaman belakang yang jaraknya sekitar 10 m dari rumah ditengh kebun
singkong. Di situ hanya ada ponpa tangan dan ember yang lebar. Tidak ada
dinding, sehingga sama sekali terbuka. Aku melihat ke sekeliling, tidak ada
bangunan apa pun . Ternyata kamar mandinya ya di pompa itu. Di situ hanya ada
dua tonggak yang dihubungkan dengan kawat. Maksudnya mungkin untuk jemuran.
Mereka berdua lalu melampirkan handuk, dan baju-baju mereka. Kulihat mereka gak
bawa sarung, aku jadi mikir nih mereka mandinya gimana. Aku diam aja sambil
pura-pura terlihat biasa sambil menyampirkan baju-bajuku dan membuka semua
pakaianku kecuali celanda dalam yang memang bentuknya boxer. Si mak giat sekali
memompa. Aku segera mengambil alih memompa . Astaga mereka berdua membuka semua
bajunya sampai telanjang bulat di depan ku lalu jongkok di pinggir ember.
Dengan gayung bekas kaleng susu mereka membasahi semua badannya lalu menyabuni
tubuhnya Aku terus memompa sambil pura-pura cuek, padahal dedeku mulai
mengembang. “ Udah itu mas air juga udah penuh masnya juga mandi sini, kata si
mak,” Aku tidak mau kalah dengan aksi mereka, Aku berbalik dan segera
melepaskan celana dalam, dan kugantungkan dengan bajuku. Kututup burungku lalu
aku jongkok berhadapan dengan mereka. Pembatas kami hanya ember. “Wah masnya
gak biasa mandi di kampung jadi masih malu ya mas,” kata Mak karta. Aku hanya
nyengir, “Ah nggak mbak, Cuma burungku susah diatur,” kataku berkilah. Mas nya
gak biasa sih jadi burungnya kaget kali, “ kata bu Karta.
Ibu nya si Nani ini tampak makin cantik
ketika semua rambutnya dibasahi. Toketnya cukup montok mungkin ukuran 38 ,
perutnya agak gendut sedikit, tapi masih bisa digolongkan ramping untuk
seumuran dia, pantanya buset gede banget, begitu juga pahanya. Badannya putih
mulus pula.Nani badan gadis remaja Teteknya masih mancung menantang dengan
putting kecil yang belum berkembang, jembutnya masih jarang sekali, berbeda
sama jembut ibunya. Karena mereka cuek, aku juga cuek aja, meski pun barangku
ngacung terus. Ah normal aja pikir ku, laki-laki dekat perempuan telanjang pula
pastilah on. Gitu dong mas jangan malu-malu, Komentar ibunya sambil dia
mengambil semacam sabut untuk menggosokkan badannya. Aku diberinya satu sabut
yang kuperhatikan bentukunya bulat panjang seperti gambas atau oyong. Aku
tenang saja menggosok badan ku sambil berdiri dan mereka berdua juga akhirnya
berdiri sih. Mas sini aku gosok punggungnya dan mas gosok punggunya Nani. Kami
pun lalu berbaris saling menggosok. Mulanya aku menggosok punggung Nani, Tapi
lama-lama tangan ku gak tertahan meremas pula tetek si Nani. Tapi dia diem aja.
Si Ibu masih terus menggosok, tapi tidak hanya punggung juga sampai ke kaki-kaki
pula Eh lama-lama naik sampai ke dekat dede ku. Di bagian vital itu disabuninya
pula tapi gak pake sabut. Aku jadi menggelinjang gak karuan. Eh dia malah lama
sekali berputar-putar menyabuni dedeku. Aku jadi gelap mata kutarik si Nani
lalu kucium. Nani membalas. Aku udah kehilangan akal, sampai gak terasa kalau
dedeku dibasuh air. Tapi aduh ternyata burungku dilomot sama si ibu. Buset kok
jadi orgi di kebun singkong gini. Aku tidak bertahan lama segera muncrat di
dalam mulut si ibu. Dia buang air mani ku . Aku segera menempelkan barang ku ke
pantat si nani yang kupeluk dari belakang sementera tanganku sudah dari tadi
mengorek-korek itil si Nani sampai dia muncak juga nampaknya. Aku kemudian
berbalik ke si emak dan kurangkul dia lalu kucium mulutnya. Dia membalas dengan
ganas. Tangan ku tak hanya meremas teteknya yang super toge, tapi juga mulai
mengelus-elus mekinya.. Aku mau balas dendam. Perlahan-lahan kujilati tubuhnya
kebawah sampai akhirnya aku berlutut dan di depanku terpampang memek berjembut
lebat. Lidahky mencari sendiri belahan memek sambil tanganku menyibak hutan
rimba. Memeknya tidak ada baunya, malah cenderung bau sabun. Mulutku kubekap ke
memeknya dan kaki kirinya kupanggul dipundakku. Si emak berpegangan ke tiang
sambil mendesis-desis. Gak sampai 2 menit dia sudah muncak dan sambil
mengerang. Barangku jadi keras lagi aku segera berdiri dan kusuruh si emak
membungkuk dengan sekali tusuk masuklah si dede ke meki emaknya dari belakang .
Aku sungguh terpesona dengan pemandangan pantat yang demikian besar membulat
aku tabrak-tabakkan badan ku ke pantat si emak dan si emak mengimbanginya
dengan mendesis-desis. Nani yang jongkok sambil mengguyur badannya
memperhatikan kelakuan kami. Kupanggil dia agar mendekat. Nani menurut lalu aku
sambil memompa emaknya aku gerayangi badannya. Sekitar 5 menit si emak sudah
bilang “ udah-udahmas ampun mas saya lemes banget,” katanya setelah dia
meregang puncak orgasme. Sementara aku masih nanggung.Kini nani ku minta
nungging dan segera dedeku kuarahkan ke memeknya dari belakang . Beda banget
memek sianak dengan si Mak, Si Emak tadi mudah sekali mencoblosnya. Kalau
sianak pake rada dituntun baru bisa pelan-pelan masuk. Aku kembali memompa dan
karena ketatnya liang nani aku tidak mampu bertahan lama baru sekitar 5 menit aku
sudah merasa akan meledakkan lahar. Kucabut dari meki si Nani lalu ku tembakkan
ke udara bebas. Si emak lagi di duduk dilantai lemes. “Si emas jago banget
maennya,” kata emak. Kami lalu menuntaskan mandi dan segera kemlai ke rumah.
Kami jadi makin akrab dan aku segera dibawanya masuk ke ruang tidur. Kamar
tidur itu adalah satu-satunya kamar tidur di rumah itu. Di situ terbentang 2
kasur yang didempetkan namun dengan dua sprei yang berbeda corak. Aku
disuruhnya istirahat tiduran. Dan mereka berdua juga ikut tidur mengapit aku.
Si emak ini agresif sekali. Kalau bicara
sebentar-sebentar nyium pipiku. “Aku gemes sama si emas abis cakep sih,”
katanya. Karena matahari masih mencorong dan kami di dalam kamar yang tidak
berventilasi, dengan birahi tinggi maka badanku cepat sekali berkuah alias
berkeringat. “Panas banget boleh gak kita buka baju, “ kata ku menyebut diriku
dengan kita menyesuaikan bahasa mereka. Tanpa menunggu jawaban dari mereka aku
segera bangkit dan melepas tidak hanya baju tetapi semua busana ku sampai aku
telanjang bulat. “ Kok dibuka semuanya,” kata si Nani. “Abis panas, lagian kan
tadi udah pada liat di sumur, jadi malunya udah ilang,” kata ku. “Idih,” kata
Nani. Aku kembali mengambil posisi di antara mereka dan diam saja tidak
bereaksi. Si emak langsung meremas tol ku sambil menciumi pipiku. Kelihatannya
dia menginstruksikan anaknya untuk juga menciumiku dari sisi lain. Nani
gerakannya masih canggung, tapi aku diam saja. Emaknya bangkit sambil duduk
mengintrusikan anaknya untuk menciumi seluruh badan ku. Aku protes agar mereka
juga telanjang sehingga kita bertiga sama posisinya. Emaknya lalu berdiri
membuka semua bajunya dan dia juga menyuruh anaknya untuk membuka semua bajunya
juga..
Si emak kembali mengajari anaknya bagaimana
caranya menyenangkan laki-laki, sampai akhirnya anaknya disuruh ngemut tool-ku.
“ Jangan sampai kena giginya, nanti
masnya ngrasa sakit. Mulanya si Nani agak ragu. Tapi kemudian ibunya memberi
contoh dengan cara mempraktekkannya langsung lengkap menjilat kedua kantong zakarku
sampai ke lubang matahari. Aku yang menjadi bahan praktikum,
mengelinjang-gelinjang nikmat. Nani tampaknya berbakat, karena dalam waktu
relatif singkat dia sudah menguasi ilmu oral-mengoral. Setelah sekitar 10 menit
kutarik tubuhnya ke atas lalu kusuruh dia duduk di dadaku kusuruh maju sedikit
sampai mekinya tepat jangkauan lidahku. Kukuak memeknya yang masih gundul dan
baru berambut sedikit. Benjolan kecil nampak menonjol di ujung atas bibir
dalamnya. Itu tanda dia sudah cukup terangsang, Segera lidahku menggapai
clitoris sambil kedua tanganku menahan pinggulnya yang kalau kulepas gerakannya
terlalu liar. Nani mendesis sambil mengerang. Dia kelihatannya lebih rame dari
pada ibunya. Ibunya yang dari tadi duduk saja memperhatikan permainan kami
tiba-tiba bangkit. Aku tidak bisa jelas melihatnya, tapi aku merasa dia duduk
mengangkangi badanku sambil menuntun tool ku yang lagi siaga ke dalam mekinya.
Blebesss, masuk semua barang ku kedalam mekinya dan dia segera memaju mundurkan
pinggulnya. . Toolku seperti diulek atau dikacau (stir). Kosentrasiku jadi
terbelah. Tapi aku berusaha memuatkan serangan lidahku secara konstan di ujung
clitoris si Nani. Nani makin hot terlihat dari gerakannya yang melawan tahanan
tanganku. Aku semakin keras menahan pinggul nani agar dia tidak menggelinjang
terlalu liar. Akhirnya Nani sampai dan dia menjerit. Aku lalu membenamkan
mulutku di meki nani. Ibunya nampaknya terpengaruh dengan teriakan Nani
sehingga dia pun lalu mempercepat gerakkannya dan semakin liar sampai akhirnya
dia juga berhenti dengan liang vaginanya berkedut. Dia memeluk anaknya . Keduanya
aku minta tidur telentang untuk istirahat. Aku mengambil alih dengan
mencolokkan jari tengah kanan ke Nani dan jari tengah kiri ke emaknya. Aku
meraba titik G spot mereka. Keduanya akhirnya teraba. Lalu ku usap halus.
Mereka mulai bereaksi dan pinggulnya di gerakkan gak beraturan, kadang maju
mundur kadang kiri-kanan, sampai tiba-tiba Nani teriak sekencang-kencangnya gak
sampai semenit Emaknya juga ikut teriak panjang.. Mereka berdua seperti orang tak berdaya lemas
dan pasrah. Aku segera mengambil alih untuk memuaskan diriku. Pertama kupilih
meki emaknya, kugenjot sampai sekitar 10 menit, kemudian aku pindah ke nani dan
kugenjot terus sampai akhirnya aku memuntahkan lahar putih jauh di dalam meki
si Nany.
Kami tertidur bertiga dalam keadaan bugil.. Aku tidak sadar berapa lama tertidur sampai
kudengar suara samar-samar emak si nani bangun .dia mencari lampu untuk
dihidupkan, karena seisi rumah itu gelap gulita. Lampu yang dinyalakan adalah
lampu minyak. Aku pun lalu bangun dan akhirnya kami bertiga dengan obor menuju
ke sumur untuk membersihkan diri. Aku merasa kayak punya dua istri dua di
kampung ini. Tapi uniknya kedua istri itu anak dan ibu. Keduanya berlaku manja
sekali dan sering menggelendot..“Mas tempenya udah digoreng, mau dimasak apaan”
kata si emak. :”Diulek pake 1 siung besar bawang putih dan cabe rawit ijo, tapi
cabe dan bawangnya diulek dulu sama garam, jangan terlalu alus baru tempenya di
teken-teken ke sambelnya,” kata ku. Dengan lauk tempe itu kami bertiga makan
malam dengan lahapnya. “Enak banget ya padahal Cuma gitu aja bikinnya, “ kata
si emak. Selesai makan kami duduk di beranda rumahnya sambil aku dibuatkan kopi
dan singkong rebus. Kami ngobrol sampai sjam 11 malam. Lalu kembali masuk rumah
dan menutup pintu.
Kami bertiga kembali berbaring dan aku
selalu ditempatkan diantara mereka berdua. Kami malam itu bertempur lagi sampai
jam 2. Sampai akhirnya bangun agak kesiangan . Jam 7 baru kami terjaga dari
tidur nyenak. Lalu kami buru-buru
berkemas dan kembali ke sumur untuk membersihkan diri. Di sumur tidak terjadi
insiden. Jam 10 si Heri datang untuk menjemput aku. Si emak minta agar aku
memperpanjang waktu dan minta Heri datang besok lagi.